(a letter from
Richard before he die)
Mandy...
Sebelum kamu baca ini, aku mohon jangan sampai ada
lelehan airmata di pipimu. Aku tau ini sulit untuk kita, tapi memang inilah
yang terjadi, kita tak bisa mengelak. Semuanya sudah rencana Tuhan. kita bisa
apa ketika Tuhan telah mengatakan A maka akan A dan selamanya akan selalu A,
kita tak dapat mengubahnya. Begitu pula dengan keadaan kita.
Di atas kehancuran di ambang kesedihan yang mendalam, aku
minta maaf. Ini bukan keinginanku, ini bukan keinginanmu, tapi ini takdir yang
di tulis Tuhan untuk aku, untuk kita .Jangan menyalahkan keadaan. Apalagi
sampai menyalahkan dirimu sendiri.
Percayanlah, kepergianku ini bukan akhir dari perjalananmu
selanjutnya. Masih akan ada perjalanan yang panjang menunggumu. Tetaplah
menjalani hidup sebagai mana kamu menjalani hidup sebelum bertemu denganku. Aku
yakin suatu saat nanti akan ada lelaki yang lebih baik dariku. Dan kamu akan
jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama. jangan pernah takut untuk jatuh
cinta kembali. Jangan pernah merasa terkekang hanya karena aku pernah
mengikatkamu dalam janji suci di dalam gereja sebelumnya. Kamu berhak meraih
kebahagian berikutnya, kebahagian yang belum kamu dapatkan saat kamu masih
bersamaku.
Mandy..
Maafkan aku, karena aku tak bisa memenuhi beberapa
janjiku padamu
Maafkan aku, karena aku memulai suatu hal yang tak bisa
aku akhiri dengan baik
Maafkan aku, karena selama ini aku selalu bersifat
pengecut, posesif, dan tempramental. Kamu tau itu hanya karena aku teramat
mencintaimu, aku tak ingin kamu berpaling dariku.
Dan.. terimakasih juga karena kamu mengizinkan untuk aku
mencintaimu, memilikimu, menghirup aroma tubuhmu sampai sisa akhir hidupku,
terimakasih untuk setiap pelukanmu, setiap ciumanmu dan setiap sentuhanmu. Aku
lelaki paling beruntung, kamu tahu?
Satu hal lagi yang ingin ku sampaikan padamu
Aku mencintaimu
di sepanjang keabadian
Your Husband
Richard
*** *** ***
Mengenal kamu adalah sesuatu yang awalnya tak pernah aku
harapkan, kamu hadir dalam hidupku dengan semua kelakuan busukmu, kamu adalah
pria yang yang sama sekali tak ingin aku jumpai di dunia ini. Aku membencimu
dengan segala kelemahanku. Melihatmu, seperti aku melihat sosok pria brengsek
seperti yang selalu ku baca dalam novel. Kebiasaanmu bermain wanita setiap
malamnya, mabuk-mabukan, arogan, dan perokok aktif serta selalu membantai
mereka yang lemah. Kadang aku ingin sekali bertanya pada dirimu, apa yang
sebenarnya kamu inginkan dan apa tujuanmu hidup jika setiap hari yang kulihat
darimu adalah kelakuan busukmu, tapi sayang aku terlalu membencimu, hingga
untuk menatap wajahmu pun aku tak ingin. Sampai akhirnya, adik kandungku
sendiri menjadi korbanmu, kamu mempermainkanya, kamu mengambil mahkotanya,
sampai dia mengandung anakmu, anak yang bahkan tidak sudi untuk kamu akui
keberadaanya, kamu malah menyuruh adiku untuk menggugurkanya, dia terluka.
Tanpa aku dan orangtuaku ketahui dia menggugurkan janin dalam kandunganya hanya
agar kamu tidak membencinya. Tapi apa yang dia dapat setelah itu? Kamu
berselingkuh darinya. adiku menjadi gila. Dia sering menangis semalaman,
menangisi pria brengsek sepertimu, dia menjadi pemurung, dan yang parahnya dia
menyilet lenganya agar rasa sakit di hatinya dapat berkurang. Satu bulan lebih
dia depresi, selama itu aku dan orangtuaku selalu membawanya pada ahli
kejiwaan, tapi tak ada yang berubah darinya. dia selalu berteriak memanggil
namamu. Ingin rasanya saat itu aku menemuimu membawamu kehadapan adiku agar
kamu dapat melihat betapa hancurnya hidup adiku karenamu, lalu setelah itu aku
akan mencekikmu sampai mati untuk menggganti nyawa keponakanku yang belum
sempat terlahir. Aku berusaha untuk selalu mendampinginya, merayunya agar dia
dapat melupakanmu dan kembali hidup normal. Tapi sayang, entah kesalahan apa
yang aku dan keluargaku lakukan hingga kejadian itu terjadi, dia bunuh diri
dengan memutuskan urat pergelangan tanganya menggunakan serpihan kaca. Kami
kehilanganya, aku kehilangan adiku satu-satunya. Dan itu semakin membuatku
membencimu. Dan saat itu sudah kuputuskan aku akan membalas kematian adiku juga
keponakanku terhadapmu.
Aku merayumu, aku menghilangkan harga diriku agar kamu
jatuh cinta terhadapku lalu setelah itu BLAMS aku akan meninggalkanmu dan
membuatmu desprete seperti adiku,
cukup adil bukan?
Satu malam, saat kamu tengah balapan motor, aku datang
untuk melihatmu bertanding. Memang harus aku akui kamu memang hebat untuk hal
itu. Aku mengahampirimu yang tengah ber-high-five dengan teman-temamu atas
kemenanganmu. Berprilaku seperti jalang untuk menggodamu dan mengabiskan satu
malam bersamamu. Kejadian itu membuat kita semakin dekat dan tentu saja itu
semakin melancarkan aksi balas dendamku terhadapmu. Kita sering pergi berdua,
entah itu menonton, makan, bahkan sampai menghabiskan malam dengan panas. Dan
puncaknya ketika kamu menyatakan perasaan cintamu terhadapku dan aku menolakmu
karena aku masih belum tahu apakah kamu benar-benar mencintaiku atau tidak.
Saat aku menolakmu, kamu semakin gencar mendekatiku, memberiku hal-hal romantis
yang para wanita idam-idamkan untuk menunjukan betapa kamu mencintaiku bahkan
aku baru menyadari semenjak dekat denganku kamu tak pernah lagi tidur dengan
wanita selain diriku, kamu tak pernah lagi mabuk tak pernah merokok lagi tak
pernah balapan liar juga kamu berhenti melakukan kekerasan terhadap mereka yang
lemah. Aku tahu, kamu sudah benar-benar mencintaiku.
Kelakuanmu terhadapku membuat sesuatu dalam diriku
bergetar dan menghangat. Ada rasa nyaman juga bahagia bila aku bersamamu, dan
pada saat itu pula aku takut, aku takut jatuh pada pesonamu dan membuat diriku
seperti adiku berakhir dengan tragis. Aku marah pada diri sendiri karena aku
memang jatuh cinta padamu tapi aku menutupinya darimu. Hingga satu hari kamu
mengetahui rencana itu, rencana aku mendekatimu untuk balas dendam. Kamu marah
padaku, tapi itu tak berlangsung lama, setelah itu kamu bersujud di kakiku
untuk mendapatkan kata maaf dariku atas perbuatanmu pada adiku. Untuk yang
pertama kalinya aku melihatmu menangis di hadapan orang yaitu aku. Kamu
mengatakan berkali-kali bahwa kamu meyesal. Tapi aku tak memaafkanmu, meskipun
telah ku akui aku mencintaimu dan memaafkanmu itu mudah bagiku karena aku telah
mencintaimu. Tapi sungguh rasa nyeri
itu masih ada bila aku mengingat kembali bagaimana hidup adiku saat kamu
menginggalkanya, saat adiku menggugurkan kandunganya agar bisa bersamamu dan
saat adiku depresi hingga akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri dan demi
tuhan itu membuat rasa cintaku padamu tertutupi oleh rasa benciku.
Aku menyiksamu secara psikis, membuatmu seperti budak,
menyuruhmu ini dan itu, menyakitimu berkali-kali hingga kamu jatuh sakit. Kamu
semakin tak terawat bersamaku, senyum tegasmu yang dulu selalu kamu tunjukan
pada orang-orang tegantikan menjadi senyum kepedihan, lingkaran di bawah matamu
semakin menghitam, mata elangmu yang indah menjadi sayu, tubuhmu yang kekar
kini menjadi kurus. Dan aku bahagia melihat itu semua, dendamku terhadapmu
semakin terpenuhi. Kamu tahu? Itulah yang dialami oleh adiku. Mencintai itu
menyakitkan, bukan?
Berbulan-bulan aku memperlakukanmu layaknya seekor
binatang. Aku sangat menikmati ketika melihatmu menangis. Itu sangat
menabjubkan. Sampai akhirnya, setitik rasa sedih menyergap di hatiku. Batinku
tersiksa melihatmu tak beraya di bawah tanganku, tapi tetap ego dendamku
menutupi itu semua. Aku terlalu larut dalam permainanku hingga ketika aku
melihatmu tak sadarkan diri selama berhari-hari di rumah sakit. Dokter bilang kamu
terlalu kelelahan, kurang asupan nutrisi yang menyebabkan kamu tak sadarkan
diri. Duniaku terasa hancur, bahagiaku seakan terenggut, aku takut
kehilanganmu. Dan saat itu aku sadar aku mencintaimu, dan aku menyesal
memperlakukanmu dengan buruk, aku terlalu menuruti rasa egoisku.
Saat kamu sadar, Aku menagis di dadamu, mengatakan maaf
berkali-kali di telingamu. Kamu tersenyum, dan memaafkanku. Duniaku kembali
utuh.
Dua bulan berlalu, kamu melamarku di hadapan orangtuaku,
kamu merayunya dan memastikan kepada orangtuaaku bahwa kamu tak akan pernah
menyakitiku, kamu akan selalu membuatku bahagia, hingga akhirnya kita mendapat
restu dari mereka.
Kita menikah, pesta yang kamu rayakan dengan besar, semua
orang kamu undang. Aku bahagia.
Kamu mengajaku bulan madu ke California, tempat yang
selama ini memang ingin aku kunjungi, kita terlihat seperti ABG yang baru
merasakan cinta. Semuanya kita lewati dengan bahagia. Itu adalah hari sempurna
yang pernah ada, tidak maksudku kamu yang
membuat itu semua menjadi sempurna. Layaknya pengantin baru, kita tak pernah
terpisahkan. Di mana ada kamu di situ
pasti ada aku.
Selama itu aku mengerti, kamu adalah pria satu-satunya
yang mengajarkanku arti cinta sebenarnya, kamu tak pernah menyakitiku. Hidup ku
sangat sempurna bahkan lebih sempurna dari seorang Juliet ataupun Cinderella.
4 bulan setelah pernikahan kita, aku hamil, rahimku kini
ada sosok mahluk hidup, buah cinta kita, aku ingat betapa bahagianya kamu saat
kamu mengetahui aku mengandung, kamu mengadakan pesta atas kehamilanku, kamu
menjadi lebih posesif, melarangku ini dan itu, bahkan untuk mengambil air minum
di dapur saja kamu melarangku, semua sepatu high heels-ku kamu sembunyikan kamu
hanya memperbolehkanku memakai flat shoes dan sepatu convers. Setiap pagi dan
malam kamu tak pernah absen membuatkanku susu, kamu akan selalu memeluku,
menciumiku, mengelus rambutku jika aku akan tidur, kebiasaan manjaku saat
hamil. Seminggu setelah kehamilanku menginjak 5 bulan, kita kehilanganya, kita
kehilangan bayi kita. Dokter mengatakan jantung anak kita lemah hingga
mengakibatkan dia kehilngan nyawanya. Semuanya hancur impian kita menjadi
orangtua dalam beberapa bulan kedepan musnah. Aku histeris dan menangis, tapi
kamu selalu ada di sampingku mengatakan bahwa kita akan mempunyai anak kembali,
setiap malam kamu habiskan untuk
menghiburku. dan pada saat itu aku sadar aku tak boleh egois, aku harus
merelakan anak kita. Satu malam terhitung 2 minggu setelah kematian calon anak
kita, aku melihatmu sedang duduk sendirian di balkon kamar kita, wajahmu kamu
telusupkan di antara kedua tanganmu, terdengar isakan suara tangis darimu. Kamu
menangis,sayang. Beberapa kata keluar diantara isakanmu, kata yang tak pernah
aku pikirkan sebelumnya, kamu mengatakan “Autumn, Autumn, Autumn”
Autumn, sebuah kata yang sederhana, namun begitu berarti
bagi kita. Autumn adalah nama untuk calon anak kita, sesuai prediksi Dokter
anak kita akan lahir pada musim semi. Namun apa daya tuhan lebih menyayanginya
hingga dia bahkan tak sempat untuk menghirup udara juga kita tak sempat untuk
menatap wajahnya, kita bahkan belum mendengar isak tangisnya untuk yang
pertama, kita belum mendengar dia mengatakan “ mommy” ataupun “daddy”
1 bulan berlalu kehidupan kita kembali normal. Kamu tak
pernah lagi menangis sendirian di malam hari, namun ada yang berubah padamu,
kamu menjadi mudah lelah, wajahmu semakin memucat setiap harinya seperti mayit,
berat badanmu selalu berkurang, matamu sayu juga rambutmu semakin kian menipis,
apa yang terjadi padamu sayang?
Setiap kali kutanyakan apa yang terjadi padamu, kamu
selalu mengatakan itu adalah akibat kamu kelelahan dalam bekerja, untuk yang
pertama aku percaya alasanmu, kedua kalinya aku ragu, ketiga kalinya aku tak
pecaya. Kamu semakin parah, hampir setiap harinya hidungmu mengalami
pendarahan, kamu juga sering tak sadarkan diri. Aku memaksamu untuk ke rumah
sakit tapi kamu selalu menolaknya, kamu tau, aku semakin curiga terhadapmu. Suatu
hari kamu tak sadarkan diri. Aku langsung membawamu ke rumah sakit, di sana
dokter mengambil sample darahmu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi
padamu. Esoknya dokter memberitahuku bahwa kamu mengalami gangguan syaraf pada
otak kananmu, yang mengakibatkan sakit kepala, pendarahan hidung, juga tak
sadarkan diri. Penyakitmu sudah parah. Dan sayang, mengapa kamu tak pernah
memberitahuku?
8 hari kamu tak sadarkan diri, begitu kamu sadar aku
melihatmu tersenyum pedih kepadaku, sedangkan aku menangis melihat keadaanmu
saat itu, kamu mengelus rambut juga bahuku, mengecup bibirku berkali-kali dan
mengatakan maaf karena kamu tak
memberitahuku mengenai hal ini. Hampir 3 minggu kamu berbaring di rumah sakit,
tapi tak menunjukan apa-apa, kamu tak menjadi lebih baik bahkan sebaliknya kamu
semakin parah. Hal yang lebih menyakitkan dari hal ini adalah ketika dokter mengatakan waktumu tak sampai
sebulan lagi. Its great, right? Baru
saja aku kehilangan anaku dan sekarang haruskah aku kehilangan suamiku? Inikah
yang Kau sebut adil, Tuhan?
Tepat di malam tahun baru, kamu menghembuskan nafas
terakhirmu.
Apa yang lebih pahit dari yang telah terjadi kali ini??
2 YEARS LATER
Aku menatap wajahku sekali lagi di depan cermin, dua
tahun sudah Richard meninggalkanku, dan tepat hari ini aku akan menikah
kembali, bukan karena aku sudah tidak mencintai Richard dan melupakanya, dia
masih ada di dalam hatiku.
“ Mandy, ayo! Albert sudah menunggumu” suara bariton
ayahku mengintrupsiku.
Sesampainya di dalam gereja, ayah menggandeng tanganku,
bersama-sama kami berjalan menuju altar pernikahan, ayah menyerahkanku pada
Albert, dia tersenyum lalu menggenggam tanganku, kami berdua menghadap pada
Pendeta yang akan menikahkan kami.
“sodara Albert Immanuel apakah anda bersedia menerima
Amanda Rouyel sebagai istri dan ibu dari anak-anakmu dalam susah maupun senang,
dalam kaya ataupun miskin, sehat maupun sakit?”
“ya saya Albert Immanuel menerima Amanda Rouyel sabagai
istri dan ibu dari anak-anak saya dalam susah maupun senang, miskin ataupun
kaya juga sehat maupun sakit”
“ sodari Amanda Rouyel apakah anda bersedia menerima
Albert Immanuel sebagai suami serta ayah dari anak-anakmu dalam susah maupun
senang, kaya maupun miskin , sehat maupun sakit?”
“ ya, saya Amanda Rouyel menerima Albert Immanuel sebagai
suami serta ayah dari anak-anak saya dalam susah ataupun senang, kaya maupun
miskin, sehat ataupun sakit”
Riuh suara tepuk tangan berdengung ketika kami selesai
mengucapkan janji abadi di depan semua orang dan terutama di depan Tuhan.
Sesuai permintaanmu, aku telah bahagia saat ini Richard,
aku harap kamu merestui pernikahan kami, semoga kamu dapat merasakan
kebahagianku di surga sana.
TAMAT